Gowa, 17 Oktober 2025 — Kajian rutin kembali digelar dengan menghadirkan Dr. H. Abd Rauf Muhammad Amin, Lc., M.A, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, sebagai narasumber utama. Kajian yang berlangsung selama 1 jam 30 menit ini diikuti dengan antusias oleh mahasantri putra dan putri, serta turut dihadiri oleh H. Rusdi, S.H., M.H. selaku Koordinator Umum LPM, dan Nasrullah, S.H., M.H. sebagai Koordinator Pembina Putra.
Dalam kajian yang penuh hikmah ini, Dr. Abd Rauf membahas beberapa tema penting seputar keberkahan hidup, makna zikir, pemahaman agama secara luas, sumber kebenaran dalam Islam, dan moderasi beragama.
Beliau menjelaskan bahwa keberkahan bukan diukur dari banyaknya harta atau panjangnya umur, melainkan dari ketenangan, manfaat, dan kebaikan yang terus mengalir dalam kehidupan seseorang. “Keberkahan hadir ketika kita hidup dalam ketaatan kepada Allah, bersyukur atas nikmat-Nya, dan menggunakan karunia dengan cara yang diridhai-Nya,” ujarnya.
Selain itu, beliau juga menguraikan bahwa zikir tidak terbatas pada ucapan lisan semata, namun mencakup empat dimensi, yaitu:
-
Zikir Lidah, dengan ucapan seperti Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar.
-
Zikir Pikiran, yakni berpikir dan belajar dengan sungguh-sungguh.
-
Zikir Hati, yaitu ketulusan dalam setiap tindakan.
-
Zikir Perbuatan, berupa amal baik kepada sesama manusia.
Dalam kesempatan tersebut, Dr. Abd Rauf juga menekankan pentingnya memahami agama secara luas, tidak sekadar hitam putih atau hanya melihat hukum “boleh” dan “tidak boleh”. Menurutnya, Islam mengandung nilai-nilai universal seperti rahmat, keadilan, dan keseimbangan, yang harus dipahami sesuai konteks dan tujuan syariat.
Lebih lanjut, beliau menjelaskan bahwa sumber kebenaran dalam Islam bersumber dari empat hal: wahyu, akal, realitas, dan hati. Keempatnya harus berjalan beriringan agar pemahaman Islam tetap utuh dan relevan dengan kehidupan.
Menutup kajian, Dr. Abd Rauf menyoroti pentingnya moderasi beragama sebagai sikap beragama yang seimbang, tidak ekstrem atau berlebihan. Ia menegaskan, “Moderasi beragama bukan berarti mencampuradukkan ajaran, tetapi menjaga keharmonisan dan toleransi di tengah masyarakat yang beragam.”
Empat indikator moderasi beragama yang disampaikan meliputi komitmen kebangsaan, anti kekerasan, toleransi, dan akomodatif terhadap kebudayaan.
Kajian rutin ini diakhiri dengan sesi tanya jawab yang interaktif. Para peserta menyampaikan rasa syukur atas ilmu dan inspirasi yang diperoleh. Kegiatan seperti ini diharapkan terus berlanjut untuk menambah wawasan dan memperkuat nilai-nilai keislaman di kalangan mahasantri.